Babak Perempat Final Liga Champions 2016-2017, Ini Analisis Kekuatan Masing-Masing Tim

Gelegar Liga Champions 2016-2017 mulai menghasilkan getaran hebat. Usai pengundian di Nyon, Swiss, Jumat (17/3/2017), publik terhenyak. Dua dari empat partai perempat final tergolong laga maut, yakni Juventus kontra Barcelona dan Bayern Munchen versus Real Madrid.

Pertemuan empat raksasa Eropa tersebut seolah menenggelamkan partai lain, yang sebenarnya tak kalah seru, yakni Atletico Madrid kontra Leicester City dan Borussia Dortmund bersua AS Monaco.

Dua pertandingan terakhir tak kalah mutu. Sayang, deretan para penggawa di tubuh Atletico Madrid, Leicester City, AS Monaco dan Borussia Dortmund, tak sementereng milik Real Madrid dkk.

Walhasil, banyak pihak menyayangkan terjadinya pertemuan empat tim tersebut, yang dianggap final kepagian. Namun, proses pengundian sudah berlangsung, dan kini setiap klub berlomba menyiapkan senjata andalan masing-masing guna menyingkirkan lawan.

Babak perempat final bakal berlangsung pada 11-12 April 2017 dan 18-19 April 2017. Berikut ini peta kekuatan masing-masing pertarungan, yang dirangkum Bola.com dari berbagai sumber.
<>Bayern Munchen Vs Real Madrid

1. Bayern Munchen Vs Real Madrid
Duel dua tim klasik. Itulah tajuk yang paling cocok disematkan pada pertemuan dua raksasa Eropa tersebut. Banyak pihak menilai, seharusnya laga Bayern Munchen kontra Real Madrid terjadi di babak final.

Namun nasi sudah menjadi bubur. Pertemuan mereka bakal menjadi satu di antara ‘hiasan mewah’ babak perempat final Liga Champions musim ini. Pertemuan kedua tim bakal berlangsung panas, terutama jika mengacu pada penampilan terkini kedua tim.

Saat ini Bayern Munchen bisa dibilang tak tersentuh. Buktinya, mereka nyaman berada di puncak klasemen Bundesliga. Selain itu, gambaran kedahsyatan penampilan anak asuk Carlo Ancelotti sudah terlihat pada babak 16 Besar.

Arsenal, yang notabene tim langganan Liga Champions dan tim besar di Premier League, dipermak telak. Bayern Munchen menyingkirkan Arsenal dengan skor aggregat 10-2. Uniknya, pada dua pertemuan, terjadi hasil akhir yang identik, yakni skor 5-1 untuk Bayern Munchen.

Kontra Arsenal memberi gambaran mesin pembunuh Carlo Ancelotti bisa berasal dari mana saja. Tak hanya itu, Bayern Munchen seolah tak memiliki pemain cadangan, karena nyaris semua pemain berlabel bintang papan atas.

Zona predator diisi deretan pemain yang tak asing lagi. Robert Lewandowski, Arjen Robben, Franck Ribery, Douglas Costa, Arturo Vidal sampai Renato Sanchez, memberi ancaman bagi Real Madrid.
Namun bukan Real Madrid namanya jika langsung menyerah. Real Madrid sedang berada di puncak klasemen sementara La Liga. Mereka unggul atas sang rival tradisional, Barcelona. Kondisi tersebut membuat moral skuat Zinedine Zidane semakin tinggi.

Memang, penampilan Real Madrid pada beberapa pertandingan terakhir tak seheboh Bayern Munchen. Real Madrid mampu memberi ‘rasa hormat’ pada lawan. Napoli, yang disingkirkan di babak 16 Besar, tak terlalu dibuat menderita.

Namun, pesan mereka sangat jelas. Real Madrid berambisi menambah trofi Liga Champions setelah mendapatkan yang ke-11 pada musim 2015-2016. Terkait kekuatan, Cristiano Ronaldo, Karim Benzema sampai Isco masih menjadi senjata. Belum lagi kebangkitan James Rodriguez, yang sempat melempem, namun kini sudah menemukan ritme kembali.

Satu pekerjaan rumah terbesar adalah konsistensi lini belakang. Pelatih Real Madrid, Zinedine Zidane harus mendapatkan formula yang pas agar tak mudah didobrak lini tengah Bayern Munchen. Apalagi bukan rahasia lagi, Bayern Munchen kerap menumpuk 5 gelandang, atau bahkan enam pemain tengah jika menggunakan sistem permainan false nine.

Juventus Vs Barcelona

2. Juventus Vs Barcelona
Barcelona menunjukkan kekuatan luar biasa saat berhasil lolos dari tekanan Paris Saint-Germain (PSG). Barcelona mempertegas kompleksitas kekuatan mereka, mulai dari sisi teknis, mental sampai keberanian menerapkan formasi ofensif.

Jika mengacu pada penampilan kontra PSG, Juventus bakal menghadapi kekuatan dahsyat yang sudah dibendung. Namun, anomali menjadi penyakit akut bagi Barcelona. Secara tak terduga, Barcelona justru takluk di kandang Deportivo La Coruna, pada laga lanjutan La Liga, akhir pekan lalu.

Sontak, kenyataan tersebut membuat kans Juventus terbuka. Banyak pihak menilai, Barcelona tak akan bisa mengulangi come back luar biasa mereka ketika bersua tim asal Italia, termasuk Juventus.

Kekuatan Juventus tak seperti saat mereka dibekap Barcelona pada final tahun 2015. Saat itu, Barcelona menang 3-1. Kini, skuat Juventus lebih seimbang dan merata. Perpaduan bintang muda dan pemain baru, memberi banyak alternatif.

Seperti halnya Barcelona, Juventus juga punya tridente maut yang ada pada trio Paulo Dybala, Mario Mandzukic dan Gonzalo Higuain. Walhasil, Enrique wajib menemukan cara terbaik bagiamana menghadapi sepak bola Italia.

Maklum, lebih dari satu dekade lalu, Barcelona pernah mengalami pil pahit saat bersua Juventus dengan sistem dua pertemuan. Barcelona tersingkir setelah Juventus menang di Estadio Camp Nou, pada leg kedua.

Ssemua kondisi bakal berubah dalma tiga pekan ke depan, termasuk bagaimana kedua tim mengatur fisik saat berlaga di kompetisi domestik. Barcelona dan Juventus bakal menyelesaikan kerja lokal mereka sebelum berjibaku mencari satu tempat di semifinal Liga Champpions.

Borussia Dortmund Vs AS Monaco

3. Borussia Dortmund Vs AS Monaco
Determinasi dan kecerdikan. Dua kata tersebut bisa menjadi representasi dari perjalanan Borussia Dortmund dan AS Monaco. Mereka sama-sama sempat tertekan pada leg pertama babak 16 Besar.

Namun, berkat kerja keras dan cerdik mengaplikasikan formasi pemain, Dortmund mampu melewati adangan Benfica. AS Monaco membuat sensasi saat berhasil menyingkirkan Manchester City.

Duel sensasi juga bisa menggambarkan pertemuan kedua tim. Setidaknya, publik akan melihat lagi apa yang bisa diperbuat bomber Dortmund, Pierre-Emerick Aubameyang. Ia menjadi sorotan setelah mencetak gol indah ke gawang Benfica pada pertemuan kedua di rumah sendiri, plus catatan hattrick.

Kubu AS Monaco tak kalah mentereng. Mereka memiliki pemuda berusia 18 tahun yang sedang menjadi sorotan dunia, yakni Kylian Mbappe. Kemampuan Mbappe dalam menempatkan diri dan mengeksekusi peluang, mendapat pujian setinggi langit. Ia dianggap menjadi ‘malaikat pencabut nyawa’ Manchester City saat partai di Stade Louis II.

Leicester City Vs Atletico Madrid

4. Leicester City Vs Atletico Madrid
Kalangan media di Eropa menyebut partai ini sebagai pertemuan antara Cinderella kontra mantan Cinderella. Terlalu berlebihan?, seperti tidak jika menilai perjalanan dan sejarah kedua tim.

Musim lalu, Leicester melakoni drama dengan berperan sebagai Cinderella. Sang putri menggapai impian setelah menjadi jawara Premier League. Sayang, sinar sang putri lenyap musim ini, setelah Leicester City terseok-seok di papan bawah.

Namun, sinar Cinderella ala Leicester City justru terang benderang di level Liga Champions. Secara tak terduga, The Foxes meneruskan perjalanan mereka ke jenjang yang lebih tinggi. Kini, mereka mencatat rekor sejarah klub dengan melaju ke babak perempat final Liga Champions.

Sebuah hal yang tak kebetulan, karena sebenarnya mereka ‘mengorbankan’ penampilan di Premier League sejak awal musim demi tampil menawan di Liga Champions. Perjudian yang mendapatkan hasil, karena tanpa Claudio Ranieri, mereka justru bisa menyingkirkan Sevilla di fase 16 Besar.

Atletico Madrid harus waspada, karena Leicester City sedang menunjukkan sisi peningkatan permainan. Menang atas West Ham United di markas lawan, menjadi bukti kebangkitan sang juara bertahan Liga Inggris tersebut. Artinya, bisa saja kisah Cinderella bisa mereka teruskan di Liga Champions setelah moral tim terangkat.

Bagi Atletico Madrid, semata Cinderella sudah pernah mereka dapatkan di Liga Champions, beberapa musim terakhir. Mereka bisa melaju, dan puncaknya saat menjadi finalis pada edisi 2013-2014, 2015-2016.

Musim ini, kekuatan Atletico Madrid tak terlalu mencolok. Pada liga domestik, mereka masih bersaing dengan Sevilla. Belum lagi level ketajaman yang menurun drastis. Sampai pekan ke-27 La Liga, skuat Diego Simeone baru mengoleksi 49 gol.

Kondisi tersebut menjadi pekerjaan besar bagi Simeone agar bisa memaksimalkan potensi Antoine Griezmann, Fernando Torres, Kévin Gameiro sampai Angel Correa.

Source: 7up2

Permintaan maaf, untuk posting ini komentar ditutup